Mama
DUARR!!
Suara itu mengejutkanku. Hal yang sama terulang. Aku memejamkan mata dan
memeluk lutut. Ketika suara itu tak terdengar lagi, aku membuka mata dan
menghela nafas. Selalu itu yang terjadi setiap kali suara itu datang.
Kalian
tahu suara apa itu? Petir. Suara petir yang menyambar-nyambar di luar sana . Saat ini sedang
hujan deras disertai petir yang mengerikan. Dan aku sendirian. Merenung
memandang ke luar jendela. Dan apa yang kulihat selalu sama. Rumah tetanggaku
yang disiram air hujan.
Di
atas tempat tidur adikku yang manis tengah tertidur pulas. Ah, Mama, Papa di
mana kalian? Jawabannya, “Kami di Singapura, Sayang,”
Seharusnya
ada Kak Vivi di sini. Seharusnya dia sedang menemaniku. Tapi, hujan deras
benar-benar menghalanginya untuk pulang. Dia memang sedang ada jadwal kuliah.
Padahal, sebenarnya Kak Vivi sudah bisa pulang dari 30 menit yang lalu. Tapi,
hujan deras telah menghalanginya.
Aku
memejamkan mata. Merasakan kesepian yang mencekam. Merasakan bagaimana rasanya
sendirian.
“Kak
Vivi, cepatlah pulang,” aku menggumam tak jelas. Tapi, mengingat betapa
derasnya hujan hari ini, rasanya tak mungkin Kak Vivi bisa cepat pulang.
DUARR!!
Suara itu terdengar lagi. Tapi, ini bukan suara petir. Aku membuka mata. Dan
terkejut melihat apa yang terjadi. Mulutku sempat menganga lebar sebelum
menyadari apa yang harusnya kulakukan.
“Vita,
Kak Vira turun dulu, nanti Kakak balik lagi,” aku membelai Vita perlahan. Hmm,
Vita tidak mungkin dengar, sih. Tapi, biar saja. Aku harus segera turun.
Sampai
di sana ,
orang-orang berkerumun. Hei, aku tak melihat mobil si penabrak. Berani sekali
dia kabur. Kalian tahu, kan ,
apa yang terjadi? Kecelakaan. Lebih tepatnya tabrak lari.
Dan,
yang membuatku lebih terkejut, korbannya Tante Dewi. Kalian tahu siapa Tante
Dewi? Dia tetanggaku, tetangga yang hampir seperti mamaku. Aku segera berlari
ke rumah. Aku menangis. Entah kenapa, aku merasa lebih sedih kalau Tante Dewi
sakit dibanding Mama yang sakit.
Sampai
di rumah, Vita sudah bangun. Ia nampak bingung. “Ada apa, sih, Kak? Kenapa di luar ribut
banget?” tanyanya sambil mengucek mata.
“Tante
Dewi kecelakaan,” jawabku sambil mengetik SMS untuk Kak Vivi. Kak Vivi harus
segera pulang. Kami harus segera ke rumah sakit.
Aku
benar-benar tidak menyangka. Kenapa harus Tante Dewi? Aku bahkan lebih
menyayangi Tante Dewi daripada Mama.
“Kak,
ayo ke rumah sakit!” Vita menarik tanganku. Aku mengangguk. “Tunggu Kak Vivi
dulu, ya! Kamu siap-siap dulu,” kataku sambil membelai rambut Vita.
Beberapa
menit kemudian, Kak Vivi datang. Kami bertiga segera ke rumah sakit. Kak Vivi
juga langsung memberi tahu Mama.
Berjam-jam Tante Dewi tidak sadarkan diri. Aku terus duduk di samping Tante Dewi.
Berjam-jam Tante Dewi tidak sadarkan diri. Aku terus duduk di samping Tante Dewi.
“Vira,”
seseorang memanggil namaku. Aku terkejut, karena yang memanggilku adalah Tante
Dewi. Aku langsung memeluk Tante Dewi.
“Vira,
Tante minta maaf kalau Tante pernah salah sama kamu. Tante juga minta maaf sama
semua yang ada disini. Terima kasih juga karena kalian semua sudah membantu
saya menjalani hidup. Saya sayang kalian semua,” Mata Tante Dewi kembali
terpejam. Mama yang sudah ada disitu memanggil dokter. Kami semua diminta
keluar ruangan.
“Saya
minta maaf. Saya sudah berusaha menyelamatkan Ibu Dewi. Tapi, nyawa Ibu Dewi
tidak bisa diselamatkan. Dia sudah pergi,” kata dokter. Aku menangis. Aku tak
menyangka ini harus terjadi.
“Vira,
Mama mau ngomong sesuatu,” Mama duduk di sampingku. Aku hanya diam. Aku masih
sulit bicara di tengah kesedihanku ini.
“Sebenarnya,
Tante Dewi adalah ibu kandung kamu. Tapi, dia meminta Mama menjaga kamu. Maaf,
Mama ngga pernah ngasih tahu kamu. Mama minta maaf,” Mama menangis di
sampingku.
Aku
terduduk lemas di samping makam Mama. Mama Dewi tentunya. Sudah satu tahun
sejak kepergian Mama. Aku masih ingat kecelakaan itu. Semua masih terekam
dengan jelas di kepalaku.
Kini,
aku mulai mengikhlaskan Mama. Aku coba menjalani hidup tanpa Mama. Karena
bagaimanapun juga, aku tidak mungkin terus bersedih. Iya
Dikutip
dari majalah BOBO
Unsur instrinsik:
-judul: mama
-Tema: kesedihan seorang anak
-Alur campuran,karena ada adegan dimana ibu
yang selama itu mengasuh vira memberi tahu kalau Ibu Dewi adalah ibu kandung
Vira
-latar waktu: malam hari
-latar tempat:rumah Vita dan Rumah sakit
-penokohan:
Vira: tegar
Kak
vivi: penyayang
Ibu:
Penyayang
Vita:
adik yang baik
Ibu
dewi: Penyayang
-Sudut pandang: orang ketiga sebagai
penulis
-Amanat: Dalam hidup memang terkadang pahit
dan tidak sesuai dengan kenyataan tapi kita harus menjalani hidup dengan kuat
dan ikhlas
by:
Mira Adelia Krisanty
12-IPS-1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar