Senin, 29 September 2014

analisis cerpen by Mira Adelia krisanty


Mama
DUARR!! Suara itu mengejutkanku. Hal yang sama terulang. Aku memejamkan mata dan memeluk lutut. Ketika suara itu tak terdengar lagi, aku membuka mata dan menghela nafas. Selalu itu yang terjadi setiap kali suara itu datang.
Kalian tahu suara apa itu? Petir. Suara petir yang menyambar-nyambar di luar sana. Saat ini sedang hujan deras disertai petir yang mengerikan. Dan aku sendirian. Merenung memandang ke luar jendela. Dan apa yang kulihat selalu sama. Rumah tetanggaku yang disiram air hujan.
Di atas tempat tidur adikku yang manis tengah tertidur pulas. Ah, Mama, Papa di mana kalian? Jawabannya, “Kami di Singapura, Sayang,”
Seharusnya ada Kak Vivi di sini. Seharusnya dia sedang menemaniku. Tapi, hujan deras benar-benar menghalanginya untuk pulang. Dia memang sedang ada jadwal kuliah. Padahal, sebenarnya Kak Vivi sudah bisa pulang dari 30 menit yang lalu. Tapi, hujan deras telah menghalanginya.
Aku memejamkan mata. Merasakan kesepian yang mencekam. Merasakan bagaimana rasanya sendirian.
“Kak Vivi, cepatlah pulang,” aku menggumam tak jelas. Tapi, mengingat betapa derasnya hujan hari ini, rasanya tak mungkin Kak Vivi bisa cepat pulang.
DUARR!! Suara itu terdengar lagi. Tapi, ini bukan suara petir. Aku membuka mata. Dan terkejut melihat apa yang terjadi. Mulutku sempat menganga lebar sebelum menyadari apa yang harusnya kulakukan.
“Vita, Kak Vira turun dulu, nanti Kakak balik lagi,” aku membelai Vita perlahan. Hmm, Vita tidak mungkin dengar, sih. Tapi, biar saja. Aku harus segera turun.
Sampai di sana, orang-orang berkerumun. Hei, aku tak melihat mobil si penabrak. Berani sekali dia kabur. Kalian tahu, kan, apa yang terjadi? Kecelakaan. Lebih tepatnya tabrak lari.
Dan, yang membuatku lebih terkejut, korbannya Tante Dewi. Kalian tahu siapa Tante Dewi? Dia tetanggaku, tetangga yang hampir seperti mamaku. Aku segera berlari ke rumah. Aku menangis. Entah kenapa, aku merasa lebih sedih kalau Tante Dewi sakit dibanding Mama yang sakit.
Sampai di rumah, Vita sudah bangun. Ia nampak bingung. “Ada apa, sih, Kak? Kenapa di luar ribut banget?” tanyanya sambil mengucek mata.
“Tante Dewi kecelakaan,” jawabku sambil mengetik SMS untuk Kak Vivi. Kak Vivi harus segera pulang. Kami harus segera ke rumah sakit.
Aku benar-benar tidak menyangka. Kenapa harus Tante Dewi? Aku bahkan lebih menyayangi Tante Dewi daripada Mama.
“Kak, ayo ke rumah sakit!” Vita menarik tanganku. Aku mengangguk. “Tunggu Kak Vivi dulu, ya! Kamu siap-siap dulu,” kataku sambil membelai rambut Vita.
Beberapa menit kemudian, Kak Vivi datang. Kami bertiga segera ke rumah sakit. Kak Vivi juga langsung memberi tahu Mama.
Berjam-jam Tante Dewi tidak sadarkan diri. Aku terus duduk di samping Tante Dewi.
“Vira,” seseorang memanggil namaku. Aku terkejut, karena yang memanggilku adalah Tante Dewi. Aku langsung memeluk Tante Dewi.
“Vira, Tante minta maaf kalau Tante pernah salah sama kamu. Tante juga minta maaf sama semua yang ada disini. Terima kasih juga karena kalian semua sudah membantu saya menjalani hidup. Saya sayang kalian semua,” Mata Tante Dewi kembali terpejam. Mama yang sudah ada disitu memanggil dokter. Kami semua diminta keluar ruangan.
“Saya minta maaf. Saya sudah berusaha menyelamatkan Ibu Dewi. Tapi, nyawa Ibu Dewi tidak bisa diselamatkan. Dia sudah pergi,” kata dokter. Aku menangis. Aku tak menyangka ini harus terjadi.
“Vira, Mama mau ngomong sesuatu,” Mama duduk di sampingku. Aku hanya diam. Aku masih sulit bicara di tengah kesedihanku ini.
“Sebenarnya, Tante Dewi adalah ibu kandung kamu. Tapi, dia meminta Mama menjaga kamu. Maaf, Mama ngga pernah ngasih tahu kamu. Mama minta maaf,” Mama menangis di sampingku.
Aku terduduk lemas di samping makam Mama. Mama Dewi tentunya. Sudah satu tahun sejak kepergian Mama. Aku masih ingat kecelakaan itu. Semua masih terekam dengan jelas di kepalaku.
Kini, aku mulai mengikhlaskan Mama. Aku coba menjalani hidup tanpa Mama. Karena bagaimanapun juga, aku tidak mungkin terus bersedih. Iya
 Dikutip dari majalah BOBO
Unsur instrinsik:
-judul: mama
-Tema: kesedihan seorang anak
-Alur campuran,karena ada adegan dimana ibu yang selama itu mengasuh vira memberi tahu kalau Ibu Dewi adalah ibu kandung Vira
-latar waktu: malam hari
-latar tempat:rumah Vita dan Rumah sakit
-penokohan:
  Vira: tegar
  Kak vivi: penyayang
  Ibu: Penyayang
  Vita: adik yang baik
  Ibu dewi: Penyayang
-Sudut pandang: orang ketiga sebagai penulis
-Amanat: Dalam hidup memang terkadang pahit dan tidak sesuai dengan kenyataan tapi kita harus menjalani hidup dengan kuat dan ikhlas

by:
Mira Adelia Krisanty
12-IPS-1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar